Berkat dorongan salah satu teman yang mengusulkan agar uneg-uneg saya tentang novel itu diluapkan ke blog saja, akhirnya beberapa minggu kemudian (hari ini) saya memutuskan untuk membuka laptop dan menambah postingan di sini.
Sudah lama saya penasaran dengan novel itu, banyak yang bilang bagus, soalnya. Sampai akhirnya saya menemukannya di salah satu rak di perpustakaan fakultas, auto pinjam karena cuman satu yang tersedia. Waktu itu cover-nya yang begini:
| Gambar dari: lpmperspektif.com |
Dan mulailah saya membacanya ketika sampai kos, saya habiskan novel lima ratus halaman itu kurang-lebih tiga hari, itu pun ada beberapa lembar halaman yang di lewatkan karena menurut saya masih bisa nyambung tanpa perlu membaca keseluruhannya (yang ternyata benar), dan mesti membagi waktu juga antara membaca dan mengerjakan tugas, hehe.
Sinopsis
Sederhananya novel ini berkisah tentang Dewi Ayu, seorang pelacur cantik terkemuka di tempat bernama Halimunda. Memiliki tiga orang anak perempuan yang sama cantiknya (ayah mereka tidak diketahui), hingga suatu hari di usianya yang sudah sekitar setengah abad Dewi Ayu hamil lagi dan melahirkan putri keempatnya yang diberi nama Cantik, meskipun ironisnya Cantik memiliki rupa yang amat buruk, Dewi Ayu enggan untuk melihatnya karena dia yakin anaknya yang satu ini pasti akan cantik.
Novel ini dibuka dengan bangkitnya Dewi Ayu dari dalam kubur setelah 21 tahun meninggal dunia, kembali ke rumahnya dan bertemu dengan puteri bungsunya, Si Cantik, dan pembantu setianya, Rosinah. Dari sanalah dia melihat perawakan Cantik yang dikatakan buruk rupa, bingung dengan keadaan Cantik yang hanya duduk di teras rumah dan beralasan tengah menunggu 'Sang Pangeran' untuk datang. Misteri juga bertambah ketika Rosinah menjelaskan dengan bahasa isyarat, sebab ia tunawicara, kalau Cantik tumbuh sebagai gadis yang cepat tanggap, bisa baca-tulis, bahkan memasak meskipun Rosinah tidak mengajarinya.
Barulah kisah ini berlanjut pada flashback paaanjang ke masa mudanya Dewi Ayu, kisah cinta tragis nenek-kakeknya yang diabadikan menjadi nama bukit, kisah kedua orang tuanya, ditangkapnya gadis-gadis cantik--apalagi keturunan Belanda seperti Dewi Ayu--oleh para tentara Jepang, awal mula mengapa ia bisa masuk ke rumah pelacuran Mama Kalong sebagai pemuas tentara Jepang, kisah masing-masing anak-anaknya dari kecil hingga menikah, sampai kepada cerita cucu-cucunya dan kembali bersambung pada kisah si Cantik.
Di halaman akhir buku ada silsilah keluarganya Dewi Ayu untuk membantu pembaca mengingat siapa-siapa aja, nih, dan gimana kisah cinta rumit-absurd yang bikin "gemas" ini, wkwkwk.
Pusing? Sama, saya juga, wkwk. Tapi selama membaca perasaan saya cuammmpuur aduk diulek-ulek habis itu dimixer, beberapa part saya secara gak sadar misuh-misuh sendiri dengan kelakuan para tokohnya, keabsurdan ceritanya dan keberingasan dikisnya.
Kayaknya ungkapan saya di atas terlalu berlebihan, ya, setiap orang punya perspektif masing-masing, tapi begitulah kira-kira perasaan saya selama proses membaca :").
Btw, di sini saya tidak mau terlalu spoiler tentang isinya, saya mau teman-teman turut membacanya secara langsung agar dapat gambaran sendiri terkait novel ciamik ini, hehehe. Cuma saya terangin alur ceritanya kira-kira gimana.
Tanggapan
Seperti yang dibilang sebelumnya novel ini berisi tentang kisah Dewi Ayu sampai pada cucu-cucunya, latar waktu dan tempat di masa kolonial dan komunisme. Bisa dibilang ini adalah jenis novel surealisme, yaitu aliran seni yang menggambarkan pertengahan antara imajinasi dan realita. Ibarat alam mimpi yang kadang jelas-gak jelas penggambarannya, kira-kira begitulah.
Beneran, deh, kehabisan kata-kata saya, entah harus mulai darimana. Tidak ada karakter yang benar-benar baik atau jahat di sini, mereka semua punya ciri khas masing-masing, kegilaan masing-masing. Just fot your information, Dewi Ayu kan punya tiga anak yang sudah cukup dewasa sebelum kelahiran si Cantik, mereka bernama Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Ketiganya digambarkan cantik bukan main bahkan sudah kelihatan bibit-bibit unggulnya dari kecil, dan Dewi Ayu mendidik mereka untuk tidak mengikuti jejaknya, menjadi pelacur, kecuali itu memang kemauan tersendiri.
Saya berusaha membuat ini sesingkat mungkin karena beneran muter-muter ceritanya, tapi tetap nyambung.
Sederhananya, ketiga anaknya Dewi Ayu sudah menikah dan memiliki anak. Alamanda menikah dengan Shodanco, Komandan Militer di Halimunda, dikaruniai anak perempuan bernama Nurul Aini. Adinda menikah dengan Kamerad Kliwon, anggota komunis, dan dikaruniai anak laki-laki bernama Krisan. Maya Dewi menikah dengan Mamang Gendeng, preman terkuat di Halimunda, dan karuniai anak perempuan bernama Rengganis.
Fyi, mereka semua saling berkaitan. Si Maman Gendeng yang sempat berpacaran dengan Dewi Ayu, tapi dijodohkan dengan Maya Dewi oleh Dewi Ayu sendiri. Shodanco yang pernah konflik dengan Maman Gendeng karena menyetubuhi Dewi Ayu secara paksa meskipun tahu dia dibawah perlindungan sang preman kala itu, dan Kameran Kliwon yang merupakan mantan pacar Alamanda, sakit hati setelah tahu dia menikah dengan Shodanco, walaupun tahu juga kalau Alamanda terpaksa menikah karena sudah dinodai oleh sang komandan militer itu. Hingga Adinda datang di kehidupan Kameran Kliwon dan meluluhkan hatinya.
Rumit? Pusing? Sampai sini gimana perasaan kalian, kawan? :)
Jujur, itu sudah saya persingkat sesingkatnya, kalian bisa baca bukunya langsung untuk menambah pengalaman memperkuat mental dan esmosi, wkwkwk. Bukan cuma sampai di situ, kawan, cucu-cucunya lebih "gemas" lagi ... terutama si Krisan ... di sinilah ke-absurdan itu dimulai. Ada beberapa kematian menjelang akhir bab, btw.
Tapi kisah ketiga cucu Dewi Ayu ini seriusan asyik dan sebel dan ngeri dan bikin pengen misuh-misuh, maka dari itu saya sarankan kalian membacanya langsung, hehehehe. Dan itu bakal nyambung ke si Cantik, anak keempat Dewi Ayu, terus berlanjut hingga menjelang ending yang membuat saya harus menghela napas untuk kesekian kalinya.
Disanalah judul ini disebut, "Cantik Itu Luka". Menceritakan kisah tragis dan derita yang dialami perempuan-perempuan berparas cantik, menebarkan derita itu juga pada orang-orang disekitarnya. Sampai Dewi Ayu berharap anak keempatnya berwajah buruk rupa saja sekalian agar tidak bernasib seperti kakak-kakaknya yang lain ataupun dirinya (Seingat saya alasannya begitu, ya. CMIIW).
Lah, tapi di akhir kok kayaknya nasibnya sama saja? Gimana, dah :"").
Kalau dari segi bahasa, saya suka, sih. Baku-tak baku dan tidak kaku, straight to the point dengan ya ... beberapa kata yang tidak lulus sensor. Makanya novel ini dikategorikan "Dewasa", dan saya ingatkan para pembaca untuk hati-hati dalam membacanya karena tidak bisa ditelan mentah-mentah begitu saja, ke-absurdan yang ada di dalamnya harus disaring dengan baik dan tidak dibawa ke kehidupan nyata.
Begitulah tanggapan saya sejauh ini, sungguh karya yang membuat saya kehabisan kata-kata, hingga yang keluar hanya umpatan demi umpatan :).
Judul: Cantik Itu Luka
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: AKY Press, cet-1 2004
ISBN 978-602-031-258-3
Skor pribadi: 4/5 ⭐
See ya!
Komentar
Posting Komentar